![]() |
Foto : Ilustrasi/net |
PEKANBARU, (Suaraaspirasi.com) – Seorang maling beenama Martin Saputra Bu’lolo, warga Desa Serapung Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan, bebas dari tuntutan pencurian sepeda motor.
Ia tak jadi dihukum berkat mekanisme restorative justice. Martin sendiri mencuri sepeda motor milik Heri Fadli. Sepeda motor itu dibawa kabur oleh Martin saat diparkir di warung ikan bakar ACC di Jalan Lintas Tumang-Perawang Kecamatan Siak, Kabupaten Siak pada Ahad (19/3/2023).
Kejadian berawal ketika Martin yang baru berhenti dari pekerjaannya berniat pulang ke kampungnya di Desa Serapung Kecamatan Kuala Kampar, Kabupaten Pelalawan. Dia berangkat dengan menumpang kendaraan milik temannya, Feri. Tapi Martin tidak bisa diantar sampai tujuan.
Martin dan temannya singgah ke warung ikan bakar untuk makan siang. Ketika itu, ia melihat Heri datang dan memarkirkan sepeda motor Yamaha N-Max warna putih nomor polisi BM 6235 SAA tepat di depan warung makan.
Heri masuk ke dalam warung tanpa membawa kunci kontak yang masih melekat di sepeda motor. Melihat hal itu, timbul niat Martin untuk mengambil dan membawanya.
Kemudian Martin berjalan keluar warung makan dan mendekati sepeda motor tersebut. Setelah melihat situasi aman tanpa seizin dan sepengetahuan pemiliknya, Martin menghidupkan sepeda motor dan membawa keluar dari lokasi rumah makan tersebut.
Tindakan Martin itu dilihat seorang warga, dan diteriaki ‘maling’. Panik, Martin kabur membawa sepeda motor sambil berlari kencang ke arah KM 11 Kecamatan Koto Gasib hingga ditangkap warga dan diserahkah ke Polres Siak untuk proses lebih lanjut, tersangka dijerat Pasal 362 KUHP.
Setelah serangkaian penyidikan, akhirnya kasus diserahkan ke Kajaksaan Negeri (Kejarj) Siak untuk proses penuntut. Oleh Kejari Siak, perkara itu diusulkan untuk dihentikan melalui restorative justice usulan restoratif justice disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI.
“Penghentian penuntutan dengan pertimbangan telah memenuhi Pasal 5 Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau, Bambang Heripurwanto, Rabu (17/5/2023).
Bambang menjelaskan, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan restoratif justice karena telah ada proses perdamaian antara tersangka dan korban. Pertimbangan lain, tersangka belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, dan ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun.
“Proses perdamaian dilakukan secara sukarela (tanpa syarat), di mana kedua belah pihak sudah saling memaafkan dan tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan,” jelas Bambang.
Selanjutnya Kepala Kejari Siak menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restorative justice sebagai perwujudan kepastian hukum berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. B**/Red
Eksplorasi konten lain dari suaraaspirasi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.